Sejak diperkenalkan secara resmi dalam ajang Piala Dunia 2018, Video Assistant Referee (VAR) telah menjadi salah satu inovasi paling kontroversial dalam sejarah sepak bola modern operabola. Tujuannya jelas: membantu wasit membuat keputusan yang lebih akurat dengan bantuan teknologi. Namun seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan besar di benak para penggemar: apakah VAR justru merusak esensi sepak bola itu sendiri?

Mimpi Indah Bernama Keadilan

Secara teori, VAR adalah langkah maju. Ia hadir untuk mengoreksi kesalahan manusia dalam situasi krusial—offside tipis, handball yang tak terlihat, atau pelanggaran keras yang luput dari pengamatan wasit. Dalam beberapa kasus, VAR berhasil “menyelamatkan” pertandingan dari ketidakadilan yang bisa menentukan hasil akhir.

Bayangkan saja bagaimana sejarah mungkin berubah seandainya teknologi ini sudah ada saat tangan Tuhan Diego Maradona terjadi di Piala Dunia 1986. Atau saat final Liga Champions 2009 antara Chelsea vs Barcelona yang sarat dengan keputusan wasit yang dipertanyakan.

Realita di Lapangan: Drama yang Membingungkan

Namun idealisme keadilan tak selalu berjalan mulus di lapangan. Banyak penggemar dan pemain mengeluhkan betapa VAR sering mengganggu alur permainan. Gol yang sempat dirayakan dengan gegap gempita bisa dianulir setelah penantian beberapa menit. Momen euforia yang seharusnya jadi kenangan manis berubah jadi kekesalan massal.

Selain itu, standar penggunaan VAR kerap tidak konsisten. Di satu laga, sentuhan ringan di kotak penalti bisa berbuah tendangan 12 pas. Di laga lain, pelanggaran serupa justru diabaikan. Akibatnya, publik merasa bahwa teknologi ini tak benar-benar menghilangkan subjektivitas, melainkan hanya memindahkannya dari lapangan ke ruang monitor.

Emosi vs Presisi: Mana yang Lebih Penting?

Sepak bola bukan sekadar soal menang atau kalah, tapi juga soal emosi. Tentang bagaimana satu gol di menit akhir bisa membuat satu kota bersorak atau menangis bersama. Ketika VAR terlalu mendominasi, emosi-emosi spontan ini perlahan terkikis. Sepak bola menjadi terlalu “bersih”, terlalu “klinis”, dan kehilangan sisi manusiawinya.

Bahkan beberapa pemain dan pelatih mulai bersuara lantang, menyebut bahwa keputusan VAR justru membuat mereka frustasi, karena tidak tahu pasti aturan mana yang sedang diberlakukan.

Jadi, Apakah VAR Merusak Sepak Bola?

Jawabannya tak sesederhana ya atau tidak. VAR bukanlah musuh sepak bola, tapi cara penggunaannya yang masih perlu dievaluasi. Teknologi ini seharusnya menjadi alat bantu, bukan aktor utama. Bila VAR bisa digunakan secara lebih bijak—lebih cepat, lebih transparan, dan lebih konsisten—ia bisa jadi pelengkap sempurna dalam dunia sepak bola modern.

Namun selama implementasinya masih membingungkan, selama keputusan-keputusan krusial masih terasa “abu-abu”, maka wajar jika publik bertanya-tanya: apakah VAR membawa kebaikan, atau justru merusak kesenangan yang selama ini kita nikmati dari sepak bola?

By admin